Sholat dan Surga


By: Haryo K. Buwono


Saya senang merenung, introspeksi dan kadang keluar nalar dalam menganalisa setiap kejadian. Termasuk diantaranya adalah Rukun Islam yang ke 2 yaitu Sholat. Saya mungkin sholat, kalau dari mulai umur 5 tahun hingga sekarang, tentu sudah susah menghitungnya, tapi sering terbesit dibenak saya, “untuk apa ini?”. Pernah saya menanyakan pada salah satu guru ngaji saya (guru ngaji saya ada 4, bukan 4 orang sekaligus tapi berganti selama 4 kali-red) tentang maksud sholat itu dilaksanakan dalam hidup manusia islam. Jawaban beliau sangat mengerikan bagi saya waktu itu yaitu kalau tidak melaksanakan sholat maka kamu akan dimasukkan ke Nereka Jahanam. Tapi saat ini dan selalu jadi pertanyaan adalah “Apakah kalau sholat untuk tujuan Surga?”.


Dalam perjalanan tentu disetiap kejadian atau pengalaman hidup seseorang tentu tidak sama. Saya sering terperangkap oleh pertanyaan dan jawaban yang memberi kesan doktrinasi seperti tersebut sebelumnya. Pertanyaan selalu sama “untuk Surga saja?”. Saya makin lama makin berontak, apakah ini benar? Sebab kebenaran selalu datangnya dari Allah melalui pengalaman dan eksistensi untuk tetap mencari Tuhannya dan keinginan mencintainya. Kalau seandainya untuk surga saja, lalu posisi Tuhan ada di nomer berapa? Kalau kita diperintahkan untuk sholat, hanya menjalankan saja tanpa berusaha mencari tahu untuk apanya, tentu manjadi aneh. Kapan kita bisa ketemu Allah, padahal Allah sendiri mengajarkan membaca Innalillahi wa inna illaihi rojjiun, Manusia akan kembali pada Nya.


Umur saya tentu terus bertambah, dan waktu terus menggerogoti tubuh ini untuk terus berkurang dari sisi manapun. Saya tidak mau terus sholat dalam kondisi tidak sadar akan maknanya. Saya kadang geregetan pada orang-orang yang senang menilai orang hanya dari ”kegiatan” sholatnya saja. Seperti contoh ”orang itu korupsi padahal sholatnya baik.”. Mana mungkin sholatnya baik kalau masih korupsi. Saya bahkan merasa kasihan sama makhluk Tuhan yang diberi tugas mengganggu Manusia, dan sampai saat ini Setan masih ”taat” menjalaninya, menjadi ”kambing hitam” kesalahan manusia. Seperti kata-kata ”Saya khilaf karena setan sempat merasukiku untuk berbuat itu”. Manusia itu mungkin simbol kerapuhan pada cinta, taat dan keteguhan.


Keinginan untuk ”mendirikan” sholat bukan ”mengerjakan” sudah sangat lama berusaha saya lakukan tapi memang semua butuh pembelajaran. Sulit atau mudah itu bukan apa-apa, yang penting berusaha maksimal dalam menjalaninya. Saya tidak mau kebahagiaan Surga dan kegelisahan pada Neraka menjadi Tabir penghalang kembali pada Nya. Semoga.

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda