Rejeki sudah dihamparkanNya, Kok masih rebutan?


Oleh : Haryo K. Buwono


Suasana kantor saya memang tak jauh beda dengan kantor yang lain, bahwa aktifitas selalu diikuti dengan intrik dan gesekan. Kejadian tersebut sangatlah lumrah mengingat manusia dilahirkan dari niatan yang berbeda-beda dari pasangan bapak dan ibu. Semua sesuai “nawaitu”, visi – misi, dan gregetnya waktu sedang berhubungan/bersetubuh. Orang tua sering menyalahkan anaknya yang bandel, nakal, pemalu dan lain-lain, padahal ada sebagian titipan nawaitu itu yang terdapat dianak ketika tumbuh.


Beberapa kejadian intrik di kantor biasanya adalah dimulai dari saling merasa benar, dan kalau sudah benar terus menginjak-nginjak “rasa/batin” orang lain. Saya yakin ini disebabkan karena adanya nafs ingin kuasa, ingin menjadi yang terhebat dan “Ter-ter” yang lain. Padahal sesungguhnya manusia hanyalah segumpal bangkai yang saling bersombong. “Bangkai saja sombong!”. Waktu terus berjalan layaknya umur yang terus menua, disaat itulah biasanya menjadi manusia yang rapuh dan serba terlambat. Kalau terbiasa dengan kesombongan maka sulit untuk mengucap kata “maaf” dan saat itulah Ruh merasa Tersiksa. Dalam surat Yunus : 108 menyatakan “…barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu”. Tersirat bahwa membaikkan orang lain akan membaikkan diri sendiri secara otomatis, begitu juga sebaliknya. Disinilah terlihat sifat Allah Yang Maha Adil itu. Tuhan sudah menurunkan semua SunnatullahNya, RejekiNya dan SiksaNya, terlihat pada “dan Aku bukanlah seorang penjaga terhadap Dirimu".


Biasanya berkait dengan rebutan rejeki ini, sering terjadi saat di Kantor. Saat Muda (energi full) sangat sulit mencari rejekiNya, dan ketika Tua sangat mudah menemukan hamparan rejekiNya namun tubuh sudah tidak mampu lagi merengkuhnya. Jadi karena tidak mengerti inilah biasanya gesekan di Kantor sering terjadi. Mendapatkan rejeki yang baik adalah mendapatkannya dengan cara yang baik, tidak menyakiti hati, dan tidak perlu dengan cara-cara kotor. Karena semakin baik rejeki yang diterima, biasanya semakin hebat rasa syukur padaNya. Rasa syukur yang berlebih inilah yang membimbing ruh mencapai surgaNya.

Read More

posted under , | 0 Comments

Banner created with MyBannerMaker.com
Read More

posted under | 0 Comments

Tanya - Jawab Tasawuf #1


Oleh: Haryo K. Buwono

Saya ingin mengungkapkan pertanyaan yang dilampirkan via inbox Facebook yang ini adalah dari teman yang bertanya dan saya mencoba menjawab sesuai batas kemampuan saya. Saya coba tuliskan karena pertanyaannya sangat elegan. Berikut petikan pertanyaan dan jawaban

Teman saya (inisial MY) bertanya:
”Mas, penjelasan tasawuf itu seperti apa menurut mas?”

Saya mencoba menjawab:
”Tasawuf itu ilmu sederhana bila dijalankan bukan diteorikan. ilmu tasawuf itu juga disebut ilmu laku/agama laku, saya sedang mempelajari dan mencoba dituangkan lewat tulisan2 akibat aplikasinya. Mungkin bisa dikunjungi di http://www.berpikir-merdeka.co.nr/ atau dalam konsep wayang di http://mikirjero.blog.com/. Selebihnya saya masih explore terus sampai matinya saya.”

MY dalam penasarannya menanya lagi:
”Senang sekali membaca tulisan teman lama yang sangat lama tidak bersua, tetapi ada emosi sehingga saya memaksa bertanya lebih lanjut, Apakah manusia itu punya kehendak? Kalau toh punya kehendak, itu duduknya dimana?Seperti tangan kita, kita angkat, sebenarnya siapa yang mengangkat? Korelasi antara pikiran dan terjadinya gerak tangan oleh sebab apa? Kalau karena pikiran saja, ulun mboya (saya tidak – red) yakin?”

Saya langsung seperti tersambar petir, karena pertanyaan seperti ini ada di data base otak, tetapi disisi sebelah mana. Kemudian dicoba untuk menjelaskan:
”Manusia hidup karena terdiri dari: Bangkai, Ruh dan Nafs. Bangkai adalah sesuatu yang tidak bisa bergerak walau bangkai memiliki otak. Ruh adalah Dzat Allah yang menyebabkan bangkai itu hidup. Sejatinya Hidup itu karena Ruh. Tetapi kehidupan karena adanya Nafs (keinginan). Sejatinya yang menggerakkan tubuh adalah keinginan. Berawal dari krenteg (keinginan - red) inilah yang menggerakkan keinginan apapun, yang nantinya bisa berakibat buruk atau baik. Untuk kepentingan diri Pribadi maupun orang lain, sesungguhnya (tidak dapat dielak – red) Tuhan sudah memberikan semuanya. Berdasarkan olah diri (nafs) yang terkendali adalah yang mampu mengambil rejekiNya atas RidhoNya dan diakhiri atas rasa Syukur. Syukur inilah yang menyebabkan Ruh merasa berada dalam nyamannya surga.Semoga belum puas atas jawaban ini, karena dengan pertanyaan itu semakin dalam mengerti sejatinya Hidup.”

MY langsung menjawab: "kok bisa gatuk (cocok – red) dan jumbuh (sinergi – red) mengkaitkan hubungan-hubungannya. Sudah jadi pandhito, kang?"

Saya tidak bisa menjawab apapun, sebab kadang pujian itu melengahkan dan bisa-bisa setan menghampiri, dan takabur menjadi sisi tidak ikhlas karena kesombongan. Pada kesimpulannya, sejatinya cinta dengan Tuhan tidak mengharapkan Surga dan takut pada NerakaNya, tetapi lugu dan ikhlas ”menjalani Hidup ini sebagaimana datangnya Hidup itu”, karena saat menulis ini saya belum mati, dan kematian yang ikhlas ini yang sedang saya upayakan.
Read More

Menyalahkan atau Membenarkan?


Oleh: Haryo K. Buwono


Virus facebook sudah merebak dimana-mana, mulai dari warnet, kantor hingga fitur Blackberry. Kalau dilihat haram, mungkin iya, jika dilihat dari sisi negatifnya. Justru mungkin juga banyak dari sisi positifnya. Saya sangat tertarik ketika mengisi komentar-komentar pada situs pertemanan facebook tersebut. Saat itu ketika mengomentari beberapa catatan (note) yang berbau agama, menarik sekali, saya bisa banyak belajar dari beberapa komentar teman-teman yang lain.


Seandainya Muhammad, Isa dan Musa terlahir atau diturunkan pada masa sekarang, tentu komentar atau perbedaan menjadi sangat sedikit. Sangatlah kebetulan Muhammad dinyatakan sebagai nabi terakhir, atau yang menganut kristen, Isa yang terakhir, atau anutan yang lain, sehingga dalam menterjemahkan kitab suci sudah berbeda-beda sesuai kemampuan menyerap wahyu tersebut. Cukup banyak aliran dan paham yang berkembang pesat pada semua agama, sehingga banyak yang mengaku “inilah yang paling benar!”. Bahkan saling mengundang kebencian sesama pemeluk agama. Saya menjadi berpikir apakah agama itu untuk kelompok, ataukah untuk pribadi?


Saya teringat pada salah satu ayat dalam Al Quran, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu tuntunnmu/agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi tuntunan/agama bagimu.” (AL MAA-IDAH, ayat 3), yang berarti tuntunan hidup itu memang untuk “mu (tunggal/manusia pribadi)”. Saya tidak melihat yang lain, selain tuntunan itu untuk diri pribadi. Tetapi yang saya rasakan, seolah ini berubah menjadi kelompok-kelompok. Kemudian saya bertanya pada diri, Apakah ada ketakutan kalau “sendiri” dalam membuat putusan-putusan hidup? Ataukah ada kebanggaan lain yang dirasakan, jika berkelompok?


Ada komentar dalam berfacebook yang saling menjatuhkan sesama tuntunan, yang seolah kebenaran absolut ada pada pikirannya/kelompoknya. Saya sering menggunakan pertanyaan yang mungkin mengundang kebencian, “Apakah anda yang menyalahkan saya, yakin bisa bertemu dengan Penciptamu kelak, bila saat mati, anda masih memendam kebencian?" Saya pernah ingat cerita dari beberapa uztad dan kebetulan cerita itu sama, yang kurang lebih, “Seorang pelacur, ketika hendak mencari jalan kebenaran, yang sebelum matinya, sempat memberikan separuh makanan yang ada ditangannya untuk anjing yang sedang sekarat. Tuhan mengangkat derajat pelacur itu yang tertinggi, untuk dimasukkan dalam surga”. Cerita tersebut menggambarkan, pelacur yang dalam hidupnya, notabene penuh kekotoran, tetapi dimasukkan surga karena sempat mencari kebenaran, juga dalam dirinya tersimpan jiwa yang penuh cinta kasih. Cinta pada diri dan ciptaan Tuhan, terlihat dengan caranya berbagi makanan. Teman saya menanyakan pada saya, “Lha mas, kalau ‘ada’ Uztad atau pemimpin agama yang dalam hidupnya selalu mengajak untuk membenci sesama umat Tuhan, masuk surga nggak?” Tentu saya jawab “Tidak tahu! Itu Hak mutlak Tuhan!”. “Lalu mengapa harus merasa paling benar ya?” kata temanku lagi. Saya tidak menjawabnya, karena pertanyaan itu sudah mengandung makna dengan jawabannya.


Manusia adalah makhluk sosial, yang suka berkelompok dan bermassa. Semakin banyak massanya maka akan semakin kuat. Apakah ini juga termasuk dalam beragama, dimana disaat matinya adalah pulang sendiri-sendiri? Semoga menjelang mati, saya bisa mengerti akan pertanyaan ini. Karena kematian adalah yang terdekat bagi setiap manusia yang hidup, maka saya akan terus mencintai Tuhan dengan salah satunya mencintai ciptaanNya.

Read More

Renungan untuk Jacko


oleh: Haryo K. Buwono

Pagi ini saya bangun relatif terlalu pagi, dan susah untuk dipejamkan mata ini. Kemudian saya menonton salah satu stasiun televisi dan kebetulan sedang menyiarkan “memorium dari Michael Jackson”. Bintang Mega Pop sepanjang masa. Saya salah satu dari sekian juta penggemarnya. Saya ikuti dimulai dari solo kariernya di dunia musik, tapi saya tidak mengikuti saat dia bergabung dengan Jackson 5 diusia 5 tahun. Spektakuler kehidupannya, namun apakah dia bahagia di sisa akhir karier dan kehidupannya?

Beliau adalah Ikon musik Pop Dunia, semuapun mengakuinya. Dibalik itu semua saya melihat kerapuhan dalam dirinya. Masa kecil yang selalu dalam tekanan Ayahnya dan ketika dewasa ingin tetap menjadi Anak-anak. Neverland adalah simbol pernyataan terakhir. Masa kecilnya terenggut oleh ambisi ayahnya yang menginginkan menjadi penyanyi sukses, tetapi mengabaikan masa anak-anak (masa bermain). Jacko, begitulah panggilannya, sejak umur 5 tahun dipaksa ayahnya untuk memenuhi ambisinya. Kasihan.

Tapi ”Jacko Dewasa” mungkin harus berterima kasih pada ayahnya ketika ia menjadi "Superstar" yang kaya raya. Manusia itu selalu memiliki keinginan, kalau orang yang belum kaya pasti membayangkan kaya raya dan seolah surga ada disana. Tapi ketika sudah kaya, apalagi? Yah, mungkin persis seperti michael lakukan, yaitu ingin menjadi Tuhan. Dia menganggap bahwa dirinya tidak sempurna. Tuhan salah menciptanya dan segala skenario penciptaannya. Maka wajah, kulit dan kehidupannya, bahkan duniapun ikut dirubahnya, tanpa terkecuali. Padahal Tuhan telah mencipta manusia dengan sebaik-baiknya ciptaan. ”Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (AS SAJDAH (SUJUD) ayat 9).

Ketika sudah bisa merubah segalanya, maka karena dilandasi atas tujuan semu, dia kembali sepi, hopeless dan tiada jelas untuk apa dia hidup. Tuhan menciptakan selalu seimbang. Perhatikan, kulit hitam yang diubah Jacko menjadi putih, itu mungkin baik untuk performance, tapi apakah baik untuk kesehatannya? Tentu Tidak! Ketidakseimbangan Hormonpun terjadi. Hingga menjelang akhir hidupnya, dia tidak bisa lepas dari obat penghilang rasa sakit. Perubahan yang dia bentuk tidak setara dengan penciptaan Tuhan. Dan biasanya penyesalan itu datangnya belakangan. Tapi apakah ini memang skenario dari Tuhan? Seperti dalam firmanNya: ”Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”. (SHAAD ayat 72). Apakah Roh Jacko bisa menolak ketika harus terlahir di rahim ibu Jacko dengan ayah yang demikian kerasnya? Semoga saya bisa mengambil hikmah dari meninggalnya Jacko. Selamat Jalan Jacko, semoga kamu bisa kembali pada pelukanNya.
Read More

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda