Renungan untuk Jacko


oleh: Haryo K. Buwono

Pagi ini saya bangun relatif terlalu pagi, dan susah untuk dipejamkan mata ini. Kemudian saya menonton salah satu stasiun televisi dan kebetulan sedang menyiarkan “memorium dari Michael Jackson”. Bintang Mega Pop sepanjang masa. Saya salah satu dari sekian juta penggemarnya. Saya ikuti dimulai dari solo kariernya di dunia musik, tapi saya tidak mengikuti saat dia bergabung dengan Jackson 5 diusia 5 tahun. Spektakuler kehidupannya, namun apakah dia bahagia di sisa akhir karier dan kehidupannya?

Beliau adalah Ikon musik Pop Dunia, semuapun mengakuinya. Dibalik itu semua saya melihat kerapuhan dalam dirinya. Masa kecil yang selalu dalam tekanan Ayahnya dan ketika dewasa ingin tetap menjadi Anak-anak. Neverland adalah simbol pernyataan terakhir. Masa kecilnya terenggut oleh ambisi ayahnya yang menginginkan menjadi penyanyi sukses, tetapi mengabaikan masa anak-anak (masa bermain). Jacko, begitulah panggilannya, sejak umur 5 tahun dipaksa ayahnya untuk memenuhi ambisinya. Kasihan.

Tapi ”Jacko Dewasa” mungkin harus berterima kasih pada ayahnya ketika ia menjadi "Superstar" yang kaya raya. Manusia itu selalu memiliki keinginan, kalau orang yang belum kaya pasti membayangkan kaya raya dan seolah surga ada disana. Tapi ketika sudah kaya, apalagi? Yah, mungkin persis seperti michael lakukan, yaitu ingin menjadi Tuhan. Dia menganggap bahwa dirinya tidak sempurna. Tuhan salah menciptanya dan segala skenario penciptaannya. Maka wajah, kulit dan kehidupannya, bahkan duniapun ikut dirubahnya, tanpa terkecuali. Padahal Tuhan telah mencipta manusia dengan sebaik-baiknya ciptaan. ”Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (AS SAJDAH (SUJUD) ayat 9).

Ketika sudah bisa merubah segalanya, maka karena dilandasi atas tujuan semu, dia kembali sepi, hopeless dan tiada jelas untuk apa dia hidup. Tuhan menciptakan selalu seimbang. Perhatikan, kulit hitam yang diubah Jacko menjadi putih, itu mungkin baik untuk performance, tapi apakah baik untuk kesehatannya? Tentu Tidak! Ketidakseimbangan Hormonpun terjadi. Hingga menjelang akhir hidupnya, dia tidak bisa lepas dari obat penghilang rasa sakit. Perubahan yang dia bentuk tidak setara dengan penciptaan Tuhan. Dan biasanya penyesalan itu datangnya belakangan. Tapi apakah ini memang skenario dari Tuhan? Seperti dalam firmanNya: ”Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”. (SHAAD ayat 72). Apakah Roh Jacko bisa menolak ketika harus terlahir di rahim ibu Jacko dengan ayah yang demikian kerasnya? Semoga saya bisa mengambil hikmah dari meninggalnya Jacko. Selamat Jalan Jacko, semoga kamu bisa kembali pada pelukanNya.

posted under , , |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda