Tanya - Jawab Tasawuf #1


Oleh: Haryo K. Buwono

Saya ingin mengungkapkan pertanyaan yang dilampirkan via inbox Facebook yang ini adalah dari teman yang bertanya dan saya mencoba menjawab sesuai batas kemampuan saya. Saya coba tuliskan karena pertanyaannya sangat elegan. Berikut petikan pertanyaan dan jawaban

Teman saya (inisial MY) bertanya:
”Mas, penjelasan tasawuf itu seperti apa menurut mas?”

Saya mencoba menjawab:
”Tasawuf itu ilmu sederhana bila dijalankan bukan diteorikan. ilmu tasawuf itu juga disebut ilmu laku/agama laku, saya sedang mempelajari dan mencoba dituangkan lewat tulisan2 akibat aplikasinya. Mungkin bisa dikunjungi di http://www.berpikir-merdeka.co.nr/ atau dalam konsep wayang di http://mikirjero.blog.com/. Selebihnya saya masih explore terus sampai matinya saya.”

MY dalam penasarannya menanya lagi:
”Senang sekali membaca tulisan teman lama yang sangat lama tidak bersua, tetapi ada emosi sehingga saya memaksa bertanya lebih lanjut, Apakah manusia itu punya kehendak? Kalau toh punya kehendak, itu duduknya dimana?Seperti tangan kita, kita angkat, sebenarnya siapa yang mengangkat? Korelasi antara pikiran dan terjadinya gerak tangan oleh sebab apa? Kalau karena pikiran saja, ulun mboya (saya tidak – red) yakin?”

Saya langsung seperti tersambar petir, karena pertanyaan seperti ini ada di data base otak, tetapi disisi sebelah mana. Kemudian dicoba untuk menjelaskan:
”Manusia hidup karena terdiri dari: Bangkai, Ruh dan Nafs. Bangkai adalah sesuatu yang tidak bisa bergerak walau bangkai memiliki otak. Ruh adalah Dzat Allah yang menyebabkan bangkai itu hidup. Sejatinya Hidup itu karena Ruh. Tetapi kehidupan karena adanya Nafs (keinginan). Sejatinya yang menggerakkan tubuh adalah keinginan. Berawal dari krenteg (keinginan - red) inilah yang menggerakkan keinginan apapun, yang nantinya bisa berakibat buruk atau baik. Untuk kepentingan diri Pribadi maupun orang lain, sesungguhnya (tidak dapat dielak – red) Tuhan sudah memberikan semuanya. Berdasarkan olah diri (nafs) yang terkendali adalah yang mampu mengambil rejekiNya atas RidhoNya dan diakhiri atas rasa Syukur. Syukur inilah yang menyebabkan Ruh merasa berada dalam nyamannya surga.Semoga belum puas atas jawaban ini, karena dengan pertanyaan itu semakin dalam mengerti sejatinya Hidup.”

MY langsung menjawab: "kok bisa gatuk (cocok – red) dan jumbuh (sinergi – red) mengkaitkan hubungan-hubungannya. Sudah jadi pandhito, kang?"

Saya tidak bisa menjawab apapun, sebab kadang pujian itu melengahkan dan bisa-bisa setan menghampiri, dan takabur menjadi sisi tidak ikhlas karena kesombongan. Pada kesimpulannya, sejatinya cinta dengan Tuhan tidak mengharapkan Surga dan takut pada NerakaNya, tetapi lugu dan ikhlas ”menjalani Hidup ini sebagaimana datangnya Hidup itu”, karena saat menulis ini saya belum mati, dan kematian yang ikhlas ini yang sedang saya upayakan.

posted under , , |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda