Ritualisasi bisa beda Implementasi


Oleh: Haryo K. Buwono


Saya selalu merasakan betapa gemuruh kebahagiaan menjelang puasa. Puasa bagi sebagian orang adalah ajang meningkatkan ibadah agar dapat meningkatkan nilai dihadapan Tuhan. Maka seiring dengan kegiatan tersebut, supaya amal dan pundi-pundi ibadahnya besar, tanpa hal yang bersifat negatif yang dikarenakan punya banyak salah dan dosa, sering terdengar kegiatan “ritual” saling memaafkan menjelang puasa di bulan Suci Ramadhan. Entah kenapa ini harus terjadi? Dan, mengapa masih meritualkan permohonan maaf?


Setiap insan tidak pernah lepas dari alpa dan salah pada insan yang lain ataupun makhluk yang lain. Kalau ditelusuri, permohonan maaf itu baru sebatas antar manusia, padahal kalau buang sampah sembarangan, mengambil air tanah berlebihan dan menggunakan listrik berlebihan, kok tidak minta maaf dengan alam? Padahal alam inipun ciptaanNya untuk melengkapi kebutuhan manusia. Tanpa alam, apakah manusia mampu menciptakan air, pohon, dan yang lainnya? Berarti kita meminta maaf dengan manusia dan alam, "tidak harus" menunggu menjelang bulan suci atau bulan baik lainnya. Manusia harus senantiasa rendah hati, membiasakan diri mohon maaf bila berlaku salah dan senantiasa melestarikan alam.


Dalam Al Quran tertulis: "Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa". (AN NISAA' ayat 149) dan ayat yang lain: "Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan" (ASY SYU'ARAA' ayat 183). Hal tersebut menunjukkan berbuat kebaikan itu tidak ada formalitasnya dan pada ayat keduapun dinyatakan manusia tidak boleh merugikan hak-hak alam untuk dinikmati kelestarian alam seisinya sesuai kesenangan, karena merusak alam berarti merenggut hak-hak makhluk yang lain.


Meritualkan maaf-memaafkan hanya pada bulan-bulan tertentu, ini juga bisa berdampak juga untuk meritualkan kegiatan pada bulan suci Ramadhan. Meritualkan kegiatan-kegiatannya, tanpa mendalami apa dibalik makna manusia harus berpuasa. Pada bulan Puasa, syaitan dan Jin dibelenggu, tapi mengapa masih saja ada kemaksiatan dan kejahatan? Lalu, Syaitan atau jin mana yang masih lepas? Berarti ”Hawa Nafsu” dalam tubuh inilah syaitan yang sesungguhnya. Manusia mudah untuk mengucapkan setiap kesalahan itu adalah hasil godaan syaitan, padahal itu lebih banyak dari sekadar mengumbar hawa nafsu. Disinilah sebenarnya makna berpuasa itu dimaknai. Mulai dari ”menemukan sejatinya diri” dengan berbanyak berdiam diri di masjid atau di rumah (dalam bertafakur), kemudian, ”mengendalikan hawa nafsu” dan memperbanyak sedekah untuk ”membersihkan diri dari rasa cinta dunia” bahkan melupakan cintanya pada Pencipta Alam Semesta. Semoga puasa kita sesuai dengan keinginan kita masing-masing. Selamat berpuasa.

posted under , |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda