Tuhan Itu Maha Adil, Ah Masak Sih?


Oleh: Haryo K. Buwono

Saya merasa terlalu sering mendengar pernyataan bahwa Tuhan Maha Adil. Dan makin diperkuat lagi dari salah satu iklan penyedia komunikasi CDMA di televisi. Dinyatakan bahwa “Tuhan Maha Adil, khan ada hadistnya”. Jadi Tuhan mau dinyatakan adil kalau sudah dibuat pernyataannya, bukan dibuktikan, dan didoktrinkan. Manusia pada akhirnya tidak mau mencari sesungguhnya adilnya Tuhan itu ada dimana. Padahal Tuhan menuntut manusia untuk menggunakan akalnya untuk berfikir. Al Quran, yang jadi panduan umat islampun hampir 99% menuntut manusia untuk berfikir.

Kalau melihat tatanan atau peran manusia di dunia ini, sulit untuk menemukan dimana keadilan Tuhan itu. Ada yang kaya – ada yang miskin, ada yang jahat – ada yang baik, ada yang Cantik ada yang buruk rupa, ada yang sukses – ada yang tidak sukses dan seterusnya. “kok tidak adil sih?” Kalau manusia terus terjebak dalam pemikiran keberbedaan yang memang itu harus ada, maka akan timbul pertanyaan kenapa harus mati kalau bisa hidup terus, “mana keadilanMu?”. Tuhan Maha Adil itu tidak dipaksa tapi memang terbukti. Saya termasuk manusia yang sulit “dipaksa” kalau belum membuktikan.

Bukti Tuhan Maha Adil adalah terletak pada pemberian Rizki yang semua sudah dilimpahkan di dunia ini. Tergantung kemampuan atau kesabaran manusia untuk mengambilnya. Kalau manusia mau sederhana dalam berfikir tentang Keadilan Tuhan, pernahkah Tuhan membedakan segarnya udara, hangatnya matahari, segarnya air dan suburnya tanah di Dunia ini hanya dimiliki untuk manusia yang “Baik” saja? Kenyataannya Koruptor, Begal, Penzina dan yang lainnya tidak dikurangi untuk menghirup udaranya, untuk meminum air tanahnya, untuk berdiri di atas grafitasi Bumi, yang nyata-nyata memang ciptaanNya. Apakah manusia yang “Baik”, menerima udara/O2 lebih banyak dari mereka tadi? Tentu jawabannya “Tidak”. Kemudian kenapa harus jadi orang baik kalau menjadi orang jahat tetap diberikan keadilan dari Tuhan?

Manusia selalu punya pilihan karena punya akal. Manusia dituntut untuk menjadi orang baik supaya mampu untuk “pulang” padaNya. Apakah orang yang berniat untuk jahat, tentu dalam hati kecilnya berkata, “malu tidak ya, menghadapNya dalam kondisi yang serba tidak pantas? Manusia terkadang membatasi Rizki Tuhan dengan kata-kata “mungkin belum rejeki”, selalu saja “Nafsu” yang membatasi limpahan RizkiNya. Bahkan sering terdengar “mengambil rejeki yang Haram saja susah, apalagi yang Halal?” Kalau habis mengatakan hal tersebut, kemudian langsung dicabut nyawanya, pantaskah menghadapNya dalam kondisi yang tidak bersyukur? Rizki yang diberikan sebelumnya, yang mungkin sudah cukup banyak tapi lupa disyukuri, misalnya kesehatan, bisa bernafas, bisa punya anak, bisa berbisnis, bisa lulus sampai S3 dan lain-lain, terhapus oleh kata-kata terakhirnya. Na’udzubillahimindzalik! Mampunya manusia hanya mengukur dari hal yang bersifat positif atau negatif “saat ini”, sedangkan “future” tidak ada yang mampu melihat atau merabanya dan yang “lampau” belum disyukurinya. Semoga saya tidak pernah meng”kerdil”kan semua pemberianNya, karena Tuhan selalu Maha Adil.

posted under , |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda